- See more at: http://langkah2membuatblog.blogspot.com/2012/12/cara-membuat-link-otomatis-di-blogger.html#sthash.mFovByih.dpuf

Selasa, 06 November 2012

Audit Siklus Pendapatan Melalui Uji Substantif Piutang Dagang dan Penerimaan Kas








BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Audit terhadap siklus pendapatan mencakup dua pendekatan yaitu pengujian kepatuhan dan pengujian substansi. Pengujian kepatuhan bertujuan untuk memahamai struktur pengendalian intern terhadap siklus penjualan, yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pengujian substansi. Pengujian substansi dimaksudkan untuk melakukan verifikasi terhadap kelayakan jumlah rupiah serta kesesuaian penyajiannya dengan prinsip akuntansi yang diterapkan di Indonesia. Kedua pendekatan ini sangat berbeda dalam imlpementasinya, sehingga program audit untuk yang kedua pendekatan tersebut juga sangat berbeda.
Sebelum membahas lebih lanjut siklus pendapatan ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian pendapatan dan penghasilan. Pendapatan merupakan terjemahan dari istilah revenue yang merupakan pendekatan gross sedangkan penghasilan merupakan penterjemahan istilah income yang merupakan pendekatan netto. Dengan pengertian peristilahan tersebut istilah revenue cycle diterjemahkan dengan siklus pendapatan. Istilah penerimaan digunakan untuk menterjemahkan istilah receipt, sehingga cash receipt di istilahkan dengan penerimaan kas.
Dalam pembahasan ini, sistem penjualan tidak dibahas mengingat keterbatasan ruang lingkup pembahasan. Dengan demikian kami disini akan membahas salah satu aspek yaitu system penjualan kredit dan system penerimaan kas. System penjualan kredit dan system penerimaan kas menjadi materi pembahasan dengan pertimbangan sebagian besar perusahaan menggunakan mekanisme penjualan kredit dan tunai.
Transaksi penjualan dalam suatu perusahaan mengakibat transfer kekayaan (dalam hal ini barang-barang atau jasa-jasa) kepada pihak lain dan mengakibatkan terbentuknya aktiva baru berupa kas atau piutang dagang. Meskipun demikian harus disadari bahwa proses penjualan tidak selalu akan mengakibatkan terbentuknya aktiva baru tersebut, mengingat dalam penjualan sering terjadi kegagalan atau pembatalan dari pihak pelanggan. Oleh karena itu dalam siklus pendapatan ditemukan adanya transaksi penyesuaian penjualan (sales adjustment). Sebagai akibatnya siklus pendapatan juga terbentuk dari beberapa system yang antar lain:
1.      Sistem Penjualan Kredit (kredit dan tunai),
2.      Sistem Penerimaan Kas,
3.      Penyesuaian Penjualan yang meliputi potongan penjualan, return and allowance dan rekening uncollectible.
Ketiga subsistem tersebut diatas, secar bersama-sama membentuk siklus pendapatan. Ditinjau dari sudut pandang auditor ketiganya memiliki satu kesatuan proses audit yang dengan sendirinya mudah mengikuti jejak transaksi dari satu system ke system lainnya, rekening-rekening yang terkait dengan siklus pendapatan meliputi:
1.      Penjualan (sales),
2.      Kos penjualan (cost of sales),
3.      Kas,
4.      Piutang Dagang (account receivable,
5.      Persediaan (inventory),
6.      Potongan Penjualan,
7.      Pencadangan dan Kembalian Piutang,
8.      Pencadangan Kerugian Piutang (allowance for uncollectible accounts),
9.      Kerugian Piutang (bad debts expence).
Semua rekening-rekening tersebut diatas dipengaruhi secara langsung oleh transaksi siklus pendapatan. Dengan demikian besarnya jumlah rupiah yang disajikan dalam rekening-rekening tersebut saling berelasi dan saling mempengaruhi rekening yang lain.











1.2 Identifikasi Pembuatan Masalah
Dari uraian diatas rumusan masalah yang penulis bahas adalah sebagai berikut:
1.2.1        Definisi ………………………………
1.2.2        Permasalahan audit terhadap siklus pendapatan
1.2.3        Pemahaman terhadap struktur pengendalian intern dalam siklus pendapatan
1.2.4        Pengendalian Intern terhadap transaksi penjualan kredit
1.2.5        Pengujian substansi transaksi penerimaan kas
1.2.6        Pengujian substansi terhadap saldo piutang



1.3              Tujuan Penulisan
Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk mengkaji, mempelajari dan mengetahui lebih dalam mengenai audit siklus pendapatan melalui uji substantif piutang dagang dan penerimaan kas. Dengan data yang diperoleh dan diolah dari berbagai sumber.
Berdasarkan maksud penulisan diatas tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Secara khusus untuk mengetahui seberapa pentingnya audit siklus pendapatan, permasalahan yang timbul dari audit siklus pendapatan, dan system pengendalian intern yang dilakukan oleh perusahaan tersebut,
2.      Untuk menambah pengetahuan, pandangan mengenai audit siklus pendapatan,
3.      Sebagai tugas dalam mata kuliah Auditing 2.









BAB 2
PEMBAHASAN
2.1         Tinjauan Pustaka
2.1.1        Definisi Audit Siklus Pendapatan dan Uji Substantif
            Siklus pendapatan adalah rangkaian aktivitas bisnis dan kegiatan pemrosesan informasi terkait yang terus berlangsung dengan menyediakan barang dan jasa ke para pelanggan dan menagih kas sebagai pembayaran dari penjualan2 tersebut. Tujuan utama siklus pendapatan adalah menyediakan produk yang tepat di tempat dan waktu yang tepat dengan harga yang sesuai.
Pengujian substantif (Substantive Test) adalah perosedur yang digunakan untuk menguji kekeliruan atau ketidakberesan dalam bentuk uang yang langsung mempengaruhi kebenaran saldo laporan keuangan. Kekeliruan tersebut sering disebut dengan salah saji moneter (dalam satuan mata uang) yang merupakan indikasi yang jelas terjadinya salah saji dalam saldo laporan keuangan.
Tujuan pengujian substantive atas transaksi adalah untuk menentukan apakah transaksi akuntansi klien telah diotorisasi dengan pantas, dicatat dan diiktisarkan dalam jurnal dengan benar dan diposting ke buku besar dan buku tambahan dengan benar.
2.1.2        Permasalahan Audit Terhadap Siklus Pendapatan
Dalam pembahasan ini meliputi tiga aspek yaitu tujuan audit, materialitas dan risiko, audit, dan penelaahan terhadap struktur pengendalian intern.

2.1.2.1  Tujuan Audit
Tujuan audit terhadap transaksi siklus pendapatan adalah untuk memperoleh bukti bahwa saldo – saldo tranksasi yang terkait dengan siklus pendapatan memperoleh assersi yang berkecukupan ( significant assertion ) dari manajemen. Asersi menunjukan derajat tanggung jawab manajemen terhadap informasi keuangan yang secara eksplisit dinyatakan dalam laporan keungan. Tujuan auditor dalam rangka audit terhadap assersi manajemen tersebut, antara lain :
1.      Eksistensi atau okurensi ( existence or occurrence ), yang meliputi :
a.    Pencatatan transaksi penjualan tercerminkan pada barang – barang yang dikirimkan kepada pembeli dalam periode yang di audit.
b.   Pencatatan transaksi penerimaan kas terceminkan pada penerimaan kas dalam periode penjualan kredit serta penerimaan kas.
c.    Pencatatan transaksi penyesuai penjualan telah memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwenang.
d.   Pencatatn saldo piutang dagang benar – benar mencerminkan jumlah yang menjadi hak perusahaan untuk periode yang di audit.

2.    Kesempurnaan ( completeness ), yang meliputi :
a.    Semua transaksi penjualan kredit, penerimaan kas, penyesuai penjualan mencerminkan aktivitas yang terjadi dalam periode yang di audit.
b.   Piutang dagang meliputi semua klaim kepada pelanggan pada saat tanggal neraca.
c.    Hak – hak dan kewajiban (rights and obligations ), piutang dagang tagihan kepada pihak kedua.


3.      Penilaian atau alokasi ( valuation or allocation ), yang meliputi :
a.       Semua transaksi penjualan kredit, penerimaan tunai, penyesuai penjualan telah di catat dalam jurnal dengan cermat.
b.      Saldo rekening piutang dagang benar – benar mencerminkan hak netto kepada pelanggan dan jumlahnya cocok dengan saldo buku pembantu piutang.
c.       Rekening pencadangan kerguian benar – benar mencerminkan perbedaan antara piutang groos, dengan piutang netto dapat tergambar dengan masuk akal.

4.      Presentasi dan peungkapan ( presentation and disclosure ),  yang meliputi:
a.       piutang dagang diidentifikasi dan di klasifikasi dengan layak dalam neraca.
b.      Pengungkapan yang memadai terhadap piutang dagang yang di gunakan sebagai jaminan.
c.       pencadangan penjualan, dan kerugian piutang diidentifikaasi dengan cermat dan diklasifikasi dalam statemen penerimaan ( income statement ).

2.1.2.2  Materialitas, Risiko, dan Strategi Audit
Sumber utama pendapatan suatu perusahaan berasal dari transaksi penjualan baik barang maupun jasa. Pendapatan ini merupakan komponen utama dalam membentuk penghasilan ( income ). Proses penjualan barang atau jasa dapat dilakukan melalui dua cara yaitu penjualan tunai yang menghasilkan penerimaan tunai, dan penjualan kredit yang menghasilkan piutang dagang. Hampir semua operasi perusahaan dilakukan dengan penjualan kredit, dengan tujuan menghasilkan perputaran dagangan yang lebih cepat. Hal ini mengakibatkan jumlah saldo piutang dalam neraca menjadi relatif besar.
Besarnya saldo piutang tersebut menghasilkan beberapa masalah dalam pengelolaan piutang ( tagihan ) kepada pihak lain. Permasalahan yang  disebabkan oleh kemungkinan adanya piutang yang tidak tertagih, kemungkinan penyajian saldo piutang yang telalu tinggi, adanya piutang fiktif dan lain – lain.
Dengan keadaan seperti yang digambarkan diatas kesalahan penyajian piutang mengandung resiko salah saji yang sangat besar. Mengingat tingkat resiko melekat (inherent risk) yang sangat tinggi, beberapa perusahaan memperluas struktur pengendalian intern guna mendeteksi kesalahan-kesalahan tersebut. Dalam beberapa kasus, diperlukan adanya pengurangan yang cukup berarti terhadap resiko pengendalian, eksistensi dan okurensi, kesempurnaan dan penilaian atau alokasi yang berkaitan dengan asersi terhadap saldo ataupun transaksi siklus pendapatan. Strategi audit yang harus dilakukan oleh auditor dengan pendekatan mencari tingkat resiko pengendalian yang rendah. Langkah-langkah dalam  pengambilan keputusan digambarkan dalam gambar peraga 2.1 sebagai berikut:
2.1.2.3  Pemahaman Terhadap Struktur Pengendalian Intern
Stuktur pengendalian intern siklus transaksi pendapatan meliputi aspek lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, dan prosedur pengendalian. Terhadap ketiga aspek tersebut auditor harus memperoleh pemahaman sehingga dapat menentukan langkah – langkah yang dipandang perlu dalam melakukan operasi pengauditan.

1.         Aspek Lingkungan Pengendalian ( control environtment )
Pemahaman terhadap lingkungan pegendalian mengahruskan auditor melakukan langkah-langkah awal untuk mempelajari bagian organisasi, review terrhadap diskripsi pekerjaan, dan observasi terhadap performance karyawan kunci dalam mengani tugas- tugas yang di bebankan kepadanya. Auditor harus mewawancarai ( inquiries ) kepada para pejabat perusahaan untuk mengetahui apa yang menjadi tugas-tugasnya serta wewenang yang dimilikinya dan sampai seberapakah tanggung jawabnya. Disamping itu perlu pula diobservasi mengenai jaminan terhadap personel yang menangani penerimaan dan penyimpanan kas. Kebijaksanaan manajemen dalam hak ini akan mendorong karyawan bertindak jujur dan mempunyai integritas yang tinggi pada perusahaan. Apabila karyawan yang menangani transaksi kas beserta penyimpannya cenderung terancam, dia akan cenderung protektif dan akan bertindak curang. Oleh karena itu maka perlu di wajibkan menjalankan cuti, adanya rotasi pekerjaan, dan pemeriksaan mendadak dengan maksud agar para personel terdorong untuk bertindak jujur.
Auditor harus mengetahui metode pengendalian manajemen yang di gunakan klien. Apakah menggunakan forcasting penjualan ? apakah tersedia anggaran yang dapat digunakan untuk mengevaluasi performance ? pertanyaan – pertanyaan semacam ini juga harus di ajukan kepada manajer yang bertanggung jawab dalam bidangnya masing – masing.

2.         Sistem Akuntasi ( Accounting System )
            Pemahaman terhadap sistem akuntasi sangat bermanfaat guna mengetahui metode pengolahan data, dokumen kunci, dan catatan yang digunakan. Gambar 2.2 yang akan disajikan menunjukan gambaran ringkas bagaimana suatu transaksi ditangani melalui berbagai prosedur dan penanganan pekerjaan operasional. Flowchart tersebut hendaknya dilihat sebagai suatu contoh suatu sistem yang dikerjakan dengan manual. Sistem semacam ini mengandalkan kecermatan penanganan transaksi akuntasi pada kecermatan pekerjaan klerikal. Sistem biasanya di rancang secara spesifik untuk suatu perusahaan, yang tentunya dalam kasus yang berbeda akan ditemukan sistem yang berbeda pula.
Dalam suatu sistem akuntasni yang berbasis computer, proses pengolahan informasi akan berbeda, yaitu dengan cara memasukan semua transaksi atau fakt terlebih dahulu ke computer. Setelah data dimasukan (fill in), CPU dengan program yang telah dirancang melakukan fungsi-fungsi pekerjaan klerikan yang ada dalam sistem akuntansi manual. Ini berarti proses penjurnalan, pembuatan dokumen, klasifikasi, reklasifikasi rekening dan pelaporannya dilakukan oleh computer. Dengan bantuan program computer dan paket program computer khusus akuntansi, pekerjaan akntansi menjadi lebih efisien dan menghasilkan informasi yang jauh lebih cepat. Sebagi akibatnya, pada dewasa ini sudah jarang perusahaan menggunakan sistem akuntansi secara manual tersebut. Hampir semua perusahaan besar sudah menggunakan program aplikasi computer atau secara khusus di design untuk perusahaan tersebut.

3.      Prosedur Pengendalian ( Control Procedure)
Auditor berkepentingan untuk mengetahui apakah prosedur pengendalian dalam perusahaan klien diterpakan dalam penanganan siklus transaksi pendapatan. Prosedur pengendalian mencakup lima kategori, yaitu: adanya otorisasi yang layak, pemisahan tugas, adanya dokumen dan catatan, akses dalam pengendalian dan adanya prosedur pengecekan oleh individu yang berbeda. Bagan arus sistem akuntansi dalam penangan transaksi akan dijelaskan dalam peraga 2.2 sebagai berikut:





2.1.3           Pengendalian Intern Terhadap Transaksi Penjualan Kredit
Dalam upaya memahami sistem pengendalian intern terhadap transaksi penjualan kredit ada empat hal yang harus senantiasa diperhatikan, yaitu:
1.      Catatan dan dokumen yang digunakan,
2.      Fungsi yang terkait dalam sistem prosedur penjualan kredit,
3.      Obtaining and Documenting the Understanding,
4.      Assessing Control Risk
Dalam melakukan pemeriksaan terhadap sikus ini, auditor harus memperoleh gambaran yang jelas mengenai sistem yang berjalan, serta berusaha memperoleh keyakinan apakah sistem pengendalian tersebut memang benar-benar dilaksanakan dalam operasi transaksi penjualan kredit. Sistem dan prosedur penjualan disajikan dalam peraga 2.3 sebagai berikut:
2.1.3.1  Catatan dan Dokumen Kunci dalam siklus Pendapatan
Dalam sistem penjualan kredit digunakan berbagai dokumen maupun catatan akuntansi guna mendokumentasikan setiap informasi yang tebentuk dalam transaksi penjualan. Dalam sistem ini terdapat beberapa dokumen ataupun catatan yang pada umumnya digunakan guna membentuk sistem pengolahan informasi akuntansi yag memadai. Dokumen-dokumen maupun catatan akuntansi tersebut antara lain:
a.       Customer Order, yaitu dokumen yang dirancang untuk menuliskan pesan pelanggan. Dokumen in dikeluarkan oleh bagian pemasaran. Dokumen in diisi oleh pegawai bagian pemasaran (pelayanan konsumen) berdasarkan surat yang diterima atau melalui pemasaran lisan,
b.      Sales Order, yaitu dokumen yang dirancang untuk menuliskan perintah penjualan dari kepala bagian penjualan kepada pejabat bawahan atau bagian –bagian lain yang terkait,
c.       Shipping Document, yaitu dokumen yang dirancang untuk menyertai pengiriman barang ke alamat pelanggan. Dokumen ini sangat diperlukan oleh bagian pengiriman barang atau perusahaan pengangkutan (cargo) untuk menunjukkan legalitas barang-barang yang dikirim,
d.      Sales Invoice, yaitu dokumen yang berfungsi untuk memberitahukan kepada pelanggan bahwa pesanan telah direalisasi. Dokumen ini berisi jumlah rupiah, kesepakatan penjualan, tanggal penjualan serta informasi lain yang berfungsi untuk memperjelas pesanan dari pelanggan,
e.       Authorized Price List, yaitu dokumen yang berisis daftar harga yang disetujui sebagai dasar penentuan transaksi penjualan,
f.       Accounts Receivable Subsidiary Ledger, yaitu catatan yang berisi informasi transaksi dan saldo untuk masing-masing pelanggan,
g.      Sales Journal, yaitu catatan original mengenai semua transaksi penjualan,
h.      Customer Monthly Statement, yaitu laporan bulanan untuk masing-masing pelanggan yang berisi mengenai saldo awal, mutasi dalam satu bulan, serta jumlah rupiah saldo akhir.

2.1.3.2  Fungsi yang Terkait
Berbagai fungsi yang terkait dalam transaksi penjualan kredit antara lain:
a.       Penerimaan pesanan dari pelanggan (accepting customer orders) pesanan dari pelanggan diterima oleh bagian penjualan. Pesanan yang dapat diterima dengan ketentuan yang ditetapkan oleh manajemen, sehingga proses penerimaan pesanan dengan mudah dapat dilayani dan diawasi oleh pejabat atasan,
b.      Persetujuan Kredit (Approving Credit), fungsi ini memberikan persetujuan terhadap kredit yang diberikan kepada para pelanggan. Manajer kredit merumuskan kebijaksanaan pemberian kredit kepada para pelanggan dengan criteria yang ditetapkan terlebih dahulu. Pemberiaan kredit untuk pelanggan baru misalnya, melalui proses seleksi dan pengamatan yang cukup lama,
c.       Penanganan penjualan barang (filling sales orders) kebijaksanaan umum mengenai penanganan penjualan, melarang pengiriman ataupun pengeluaran dari gudang tanpa disertai dengan perintah penjualan yang disetujui. Prosedur pengendalian semacam ini dimaksudkan agar dapat mengamankan agar tidak terjadi pemindahan barang-barang dari gudang tanpa persetujuan dari pihak yang berwenang,
d.      Pengiriman Barang (Shipping Sales Orders) fungsi ini menangani proses pengiriman barang-barang yang dipesan para pelanggan. Pemisahan fungsi operasi (pengiriman) dengan fungsi penyimpanan (gudang) sangat diperlukan guna menciptakan sistem pengendalian yang memadai. Temasuk dalam fungsi ini adalah pengiriman dokumen pengiriman barang (bills of landing),
e.       Penagihan (billing customers) fungsi ini menangani fungsi pembuatan invoice serta pengirimannya kepada pelanggan. Dengan kata lain, bagian yng menangani aktivitas billing merupakan kegiatan penagihan kepada para pelanggan. Penagihan akan dilakukan oleh bagian ini dengan terlebih dahulu memperhatikan:
a)      Semua barang telah dikirimkan kepada para pelanggan,
b)      Tagihan hanya untuk barang-barang yang benar-benar telah dikirim,
c)      Harga-harga telah disetujui oleh pejabat atasan yang berwenang,

f.       Pencatatan penjualan (recording the sales) fungsi ini ada pada bagian akuntansi yang bertugas melakukan pencatatan secara formal terhadap transaksi penjualan. Fungsi pencatatan dipisahkan dari fungsi operasional agar tercipta pengawasan intern yang memadai.

2.1.4           Resiko Pengendalian
Untuk memahami terhadap munculnya resiko pengendalian, auditor harus merujuk tiga langkah yang antara lain:
1.      Mengidentifikasi kemungkinan salah saji,
2.      Identifikasi pengawasan yang dapat melindungi dan mendeteksi terhadap salah saji,
3.      Memperoleh pembuktian terhadap pengujian pengendalian.

Kemungkinan yang dapat diperhitungkan terhadap resiko pengendalian transaksi penjualan kredit adalah:
1.      Penerimaan pesanan dari pelanggan, kemungkinan salah saji dalam bentuk penjualan dilakukan untuk pelanggan yang tidak disetujui. Dalam hal ini diperlukan pengawasan sebagai berikut:
a.       Pelanggan adalah orang yang masuk dalam daftar yang disetujui,
b.      Setiap order penjualan harus disetujui pejabat atasan yang berwenang.
2.      Persetujuan kredit, kemungkinan salah saji dalam bentuk penjualan kredit diberikan tanpa diminta persetujuan dari pejabat atasan yang berwenang. Dalam hal ini diperlukan pengawasan sebagai berikut:
a.       Bagian kredit harus melakukan pengecekan semua pelanggan baru,
b.      Dilakukan pengecekan terhadap batasan pemberian pagu kredit, pada setiap pelanggan.
3.      Penanganan penjualan barang, kemungkinan salah saji dalam bentuk barang yang dikeluarkan dari gudang tidak berdasarkan order yang disetujui. Dalam hal ini diperlukan pengawasan terhadap semua barang yang dikelurkan dari gudang harus memperoleh persetujuan dari pejabat atasan.

4.      Pengiriman barang, kemungkinan salah saji dalam bentuk:
a.       Barang yang dikirim mungkin tidak cocok dengan pesanan dari pelanggan, oleh karenanya diperlukan adanya pengecekan oleh pegawai yang independent untuk mengecek barang-barang yang telah dikirim,
b.      Pengiriman barang yang tidak diotorisasi, yang dikendalikan dengan tekhnik pemisahan fungsi pengiriman dan operasinya, dan disamping itu perlu diawasi proses pengiriman tagihan pada para pelanggan.
5.      Penagihan, kemungkinan salah saji dalam bentuk tagihan dibuat untuk penjualan fiktif, demikian juga beberapa transaksi penjualan pengiriman barang tidak diotorisasi pejabat atasan yang berwenang,
6.      Pencatatan penjualan, kemungkinan salah saji dalam bentuk invoice mungkin tidak dicatat dalam jurnal dan buku pembantunya dan dapat pula invoice dicatat dalam rekening pelanggan yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan pejabat yang independent untuk mengecek proses pembukuan serta dibuat laporan mutasi saldo masing-masing pelanggan secara periodic.















2.1.4.1        Pengujian Substansi Transaksi Penerimaan Kas
               Transaksi penerimaan kas terbentuk karena adanya operasi penjualan tunai dan pelunasan utang dari para debitur. Disamping ada sumber penerimaan kas dari beberapa trnsaksi non operasional, misalnya penerimaan dari penjualan aktiva tetap, penerimaan bunga deposito, penerimaan kas dari akivitas sekunder dll. Semua penerimaan yang berasal dari aktivitas non operasional diakui berdasarkan pendekatan netto, artinya kos yang berbentuk penerimaan tersebut langsung diperhitungkan dan dibebankan dalam penerimaan kas tersebut. Pengujian transaksi penerimaan kas meliputi beragai aspek berikut:
1.      Catatan dan dokumen umum
         Dalam sistm penerimaan kas digunakan berbagai dokumen maupun catatan akuntansi guna mendokumentasikan setiap informasi yang terbentuk dalam transaksi penerimaan kas. Dalam sistem ini terdapat beberapa dokumen ataupun catatan yang pada umumnya digunakan membentuk sistem pengolahan informasi akuntansi yang memadai. Dokumen-dokumen maupun catatan akuntsnsi tersebut antara lain:
a.       Remmitance advice, dokumen yang dikirim kepada pelanggan bersamaan dengan invoice penjualan yang akan dikembalikan bersamaan dengan pembayarannya. Dokumen ini berisi nama pelanggan dan nomor rekeningnya, nomor invoice, dan jumlah yang ditagihkan. Jika dokumen ini tidak dikembalikan oleh pelanggan, biasanya ada satu tembusan yang ditinggal,
b.      Prelist, adalah daftar penerimaan kas (checks) yang diterima melalui surat pos. di Indonesia pengiriman cek melalui kantor pos tidak lazim. Hal ini sangat berbeda dengan di Amerika Serikat yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan menuliskan checks dengan atas nama untuk membayar kepada pihak lain.
c.       Cash Count Sheet, yaitu daftar cek uang tunai dalam register kas untuk mencocokam total penerimaan dengan pita yang tecetak dari register kas.
d.      Daily Cash Summary, adalah laporan yang berisis total penrimaan kas yang dibuat oleh kasir penerimaan kas untuk digunakan mendepositokan uang dan cek yang diterima pada suatu hari.
e.       Validated Deposit Slip, daftar yang disiapkan oleh penerima setoran dan di cap oleh bank yang berisi tanggal setoran dan jumlah setoran yang diterima oleh bank. Di Indonesia daftar semacam ini dikirimkan pada hari berikutnya setelah hari setoran. Daftar ini bisa pula disiapkan oleh petugas klien yang melakukan setoran tersebut, yang selanjutnya daftar tersebut harus di cap dan ditanda tangani oleh petugas bank yang menerima setoran tersebut,
f.       Cash Receipts Transacation File, file computer berisi transaksi penerimaan kas yang sudah di validasi yangdapat diterima untuk di proses. Biasanya dugunakan untuk mengupdate file induk piutang dagang,
g.      Cash Receipt Journal, jurnal penerimaan kas dari penjualan tunai dan pengimpulan atas piutang dagang.

2.1.5.1  Fungsi yang Terkait
            Dalam operasi penerimaan kas melibatkan personel dari berbagai bagian sesuai dengan deskripsi tugasnya masing-masing. Aktivitas operasional tersebut tercermin dalam beberapa fungsi pokok penanganan transaksi penerimaan kas. Fungsi-fungsi yang terkait dalam penangana transaksi penerimaan kas meliputi aktivitas operasional sebagai berikut:
1.      Penerimaan setoran tunai (receiving cash receipts)
2.      Setoran uang tunai ke bank (depositing cash in bank)
3.      Pencatatan penerimaan (recording the receipts)

Ketiga fungsi penanganan transaksi penerimaan kas dibahas dalam uraian berikut ini. Hendaknya dipahami, apabila klien berusaha dalam bidang eceran yang memerlukan penanganan penjualan tunai, maka sistem oenerimaan kas akan menghendaki fungsi yang berbeda dengan ketiga fungsi tersebut diatas.
1.      Penerimaan Setoran Tunai (receiving cash receipts)
Proses transaksi penerimaan kas mengandung resiko tinggi, mengingat selama proses operasi penerimaan uang tunai dangat mudah berpindah tangan dan mudah tercuri. Oleh karena itu dalam penangana transksi penerimaan kas diperlukan adanya seperangkat prosedur yang dapat menjamin keamanan uang yang diterima serta pencatatan transaksi penerimaan kas tersebut. Kemungkinan lain tercurinya sejumlah uang terjadi setelah proses transaksi penerimaan uang berlangsung. Oleh karenanya manajaemen akan senantiasa memberikan jaminan terhadap terjaganya harta milik yang berupa uang tunai ataupun aktiva  lain yang bernilai sebagai uang.
                        Prosedur penerimaan uang dalam suatu Negara tidak akan selalu sama persis dengan negara lainnya. Hal ini mengingatpengaruh lingkungan bisnis dan undang-undang yang berlaku akan mempengaruhinya. Penerimaan kas akan dapat dilakukan melalui setoran langsung melalui kasir dan penerimaan cek melaui surat (di Amerika Serikat). Cara pembayaran ini tidak lazim di Indonesia, mengingat kebbiasaan dagang dan undang-undang yang melatar belakangi terbentuknya transaksi juga berbeda. Oleh karenanya auditor di Indonesia juga harus memperhatikan karakterisasi transaksi yang berlaku. Semua penerimaan lansung sebaiknya menggunaka register kas yang akan memberikan manfaat berikut ini:
a.    Dapat ditunjukan secara langsung kepada pelanggan jumlah pembayaran yang dilakukannya,
b.   Terdapat dua pita tercetak, yang satu pelanggan dan yang kedua berada dalam register kas atau terekam di computer guna kepentingan pengawas.
                 Dengan adanya register kas ini, pengawasan secara langsung dapat dilakukan terus menerus. Hal ini akan memberikan jaminan bahwasanya semua pembayaran dilakukan oleh para pelanggan dapat diikuti dan dijamin kebenarannya.

2.      Setoran Uang Tunai ke Bank (depositing cash in bank)
                 Alternative setoran dari para pelanggan dilakukan secara langsung ke bank klien. Apabila pemasaran klien cukup luas seperti Indonesia, biasanya perusahaan semacam ini membuka rekening pada beberapa bank yang berfungsi sebagai pengumpul setoran dari para pelanggan (distributor daerah). Situasi bisnis dan karkteristik pasar tersebut menyebabkan perusahaan menjalin kerja sama yang lebih erat dengan pihak bank. Pada beberapa kasus perusahaan harus menangani penerimaan harian dalam jumlah yang sangat besar. Keadaan ini menyebabkan banj bersedia membuka loket penerimaan di kantor perusahaan. Pendekatan ini memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, pihak perusahan terbantu dalam penanganan setoran harian dan pihak bank dapat memperoleh dana segar yang dapat diputar  dengan segera. Bermacam-macam tekhnik pengumpulan uang dari pelanggan ini harus dipahami oleh auditor, sehingga di lapangan dapat merumuskan stragtegi audit yang lebih sesuai dengan situasi yang dihadapinya.
                 Aspek pengendalian yang sangat penting dalam rangka penerimaan kas, mengharuskan penyetoran uang tunai secara langsungke bank pada hari yang sama dengan penerimaan uang tersebut. Penyetoran uang tunai yang diterima hari itu adalah para petugas penerimaan uang tersebut, mengingat petugas bagian penyetoran tidak ditugas untuk menangani pengeluaran kas. Hal ni menunjukan bahwa tidak ada uang yang disimpan lebih dari satu hari di brankas perusahaan. Oleh karenanya kasir tidak mungkin mengguanakn uang yang diterima hari itu untuk keperluan apapun.

3.      Pencatatan Penerimaan (recording the receipts)
                 Fungsi pencatatan bertugas melakukan pencatatan semua transaksi penerimaan uang tunai, dan memposting ke jurnal penerimaan kas. Pengendalian terhadap pencatatan ini menyangkut validitas catatan akuntansi yang meliputi ketetapan jumlah yang dicatat dan apakah informasi yang di catat merupakan penerimaan yang sesungguhnya. Untuk menjamin ketepatan pencatatan informasi, maka petugas yang menangani dan mempunyai akses dalam proses pencatatan tersebut harus dibatasi. Oleh karena itu petugas yang melakukan pencatatatan adalah individu yang diberi otoritas melaksanakan tugas tersebut.












2.1.5        Audit Terhadap Transaksi dalam Sistem Penerimaan Kas
           Auditor bertanggung jawab terhadp pelaksanaan standar kedua terhadap transaksi penerimaan kas. Memperoleh pemahaman tersebut dilakukan denan mengajuka quisioner pengendalian intern terhadap transaksi penerimaan kas. Semua pertanyaan tersebut harus didokumentasikan salam suatu kertas kerja. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan antara lain sebagai berikut:
1.   Penerimaan setoran tunai dengan pertanyaan berikut:
a.    Apakah register kas digunakan di counter penerimaan uang?
b.   Apakah prosedur pengawasan periodic selalu dilakukan?
c.    Apakah checks diuangkan oleh pegawai yang ditugaskan?
d.   Apakah selalu disiapkan prelist terhadap penerimaan checks?
2.   Setoran uang tunai ke bank:
a.    Apakah dilakukan oengecekan oleh pihak yang independent terhadpa kesesuaian antara penerimaan uang tunai dan cek yang akan di setor ke bank dengan daftar hitungan dan lembar penghitungan kas?
b.   Apakah setoran ke bank dilakukan secara langsung setiap hari?
3.   Pencatatan penerimaan, dengan pertanyaan sebagai berikut:
a.    Adakah pemisahan tugas antara pencatat penerimaan kas dengan bagian yang memegang kas?
b.   Apakah setiap hari di cek oleh pihak yang independent mengenai jumlah yang di catat, dibukukan, dan setoran dengan ringkasan kas harian?
c.    Apakah selalu disiapkan rekonsiliasi bank oleh pihak yang independent?
d.   Adakah statement bulan untuk pelanggan selalu dikirim?








2.1.6     Pengujian Substansi Terhadap Saldo Piutang
           Pembahasan pengujian substansi dalam siklusini haya menyngkut pengujian terhadap piutang saja, mengingat pengujian untuk beberapa rekening lainnya akan dibahas dalam siklus yang lain. Elemen piutang terdiri dari piutang dagang dan piutang wesel kedua elemen tersebut secacra dominan membentuk membentuk piutang perusahaan. Piutang dagang adalah piutang yang timbul dari aktivitas utama perusahaan dalam menjual barang atau jasa kepada para distributor atau konsumen langsung. Piutang terbentuk karena berlakunya kesepakatan bisnis dan undang-undang yang berlaku pada suatu negara. Apabila tidak terdapat dasar-dasar hukum yang mendasari timbulnya utang piutang, maka utang piutang juga tidak ada. Karakter ini menunjukan bahwa ruang lingkup yuridis  sangat berperan dalam menentukan eksistemsi piutang (dagang maupun weasel). Auditor harus memperhatikan sisi hokum dalam pelaksanaan penerimaan piutang trsebut.
            Perikatan dalam piutang dagang sebatasas pada transaksi jual beli barang dan jasa antara klien dengan perusahaan lain, sehingga inisiatif terjadinya perikatan tersebut sangat ditentukan oleh pembeli. Apabila tidak ada permintaan dari pihak lain untuk menunda pembayarannya maka transaksi piutang dagang juga tidak ada. Disamping itu kesenjangan waktu antara saat terjadinya proses pegiriman barang, dengan saat penerimaan barang, dan saat realisasi pembaayaran seringkali menjadikan masalah penundaan pembayaran tersebut. Dengan melihat keadaan tersebut piutang dagang pada hakekatnya berupa klaim ataupun tagihan kepada pihak lain dalam rangka proses dagang tersebut. Hal ini menunjukan bahwasanya piutang merupakan kekayaan perusahaan yang tidak berwujud (intangible) yang keberadaanya dapat dibuktikan melalui dokumen yang digunakan untuk mencatat transaksi diantara kedua pihak atau berdasar pengakuan dari pihak lain.
           Dalam audit terhadap saldo piutang dagang, auditor harus melakukan verifikasi kebeneran rincian piutang dagang tersebut. Masalah yang harus dihadapai, bagaimana auditor meyakini kebenran angka-angka yang tersaji dalma saldo piutang. Persoalan tersebut harus dipecahkan dengan pertanyaan sebagai berikut:
1.      Langkah-langkah (dengan tekhnik tertentu) apa saja yang harus ditempuh?
2.      Apakah informasi yang dikumpulkan sudah cukup?
3.      Bagaimana cara mengujinya sehingga akuntan yakin terhadap kebeneran informasi yang diterimanya?
4.      Bagaimana mendokumentasi segala langkah yang dilakukannya dalam kertas kerja pemerikasaan?

Dalam memperoleh keyakinan terhadap assersi dalam statemen keuangan klien auditor harus melakukan program peemrikasaan sebagai berikut:
1.         Verifikasi kecermatan rekening piutang dagang apakah cocok dengan buku besar (general ledger control),
2.         Gunakan prosedur penelaahan analytical,
3.         Lakukan konfirmasi piutang dagang sebagai ihak ketiga yang independent,
4.         Lakukan vouching catatan piutang dengan dokumen pendukungnya,
5.         Lakukan pengujian terhadp cuttof penerimaan kas,
6.         Lakukan pengujian transaksi setelah tanggal neraca,
7.         Lakukan verifikasi kecermatan daftar umur piutang,
8.         Bandingkan penyajian piutang dagang dalam neraca dengan Standar Akuntansi    Keuangan yang berlaku di Indonesia.
Kedelapan program tersebut harus dikembangkan ke teknik audit yang lebih rinci guna mendeteksi assersi piutang dagang. Rincian program dijelaskan dalam uraian berikut ini:
1.         Verifikasi kecermatan rekening Piutang Dagang apakah cocok dengan buku besar.
Prosedur ini digunakan untuk memperoleh keyakinan terhadap assersi penilaian ataupun alokasi rekening piutang dagang. Alasan program audit ini adalah untuk memperoleh keyakinan apakah saldo piutang dagang dalam buku besar telah cocok dengan total piutang dagang yang disajikan dalam trial balance. Apabila auditor menghadapi risiko pendeteksian yang tinggi, maka auditor harus melakukan scanning terhadap jumlah yang tidak biasa dan sangat mencurigakan serta melakukan pencocokkan dengan daftar tersebut. Sedangkan apabila pendeteksian risiko rendah, maka auditor cukup melakukan verifikasi terhadap saldo pelanggan yang material.


2.      Gunakan prosedur penelaahan analitikal.
Ratio keuangan digunakan pula dalam prosedur penelaahan analitikal terhadap piutang dagang. Prosedur audit ini diterapkan dalam rangka memahami assersi-assersi eksistensi  atau okurensi, keterlengkapan, dan assersi penilaian atau alokasi. Berbagai bentuk ratio yang dapat digunakan dalam prosedur analitikal ini, antara lain:
·         Tingkat perputaran piutang dagang
·         Perbandingan antara piutang dagang dengan utang lancar
·         Perbandingan antara piutang tak tertagih dengan penjualan kredit
·         Perbandingan antara kerugian piutang dengan piutang yang benar-benar tak tertagih.
Penggunaan ratio ini sangat penting, mengingat pembandingan ratio dengan tahun yang lain ataupun dengan ratio industri yang sejenis akan dapat memberikan petunjuk kemungkinan adanya masalah dalam penyajian piutang dagang tersebut. Gejala yang terlihat dari fluktuasi ataupun perubahan yang begitu mencolok memberi indikasi yang meragukan terhadap penyajian saldo piutang tersebut. Petunjuk yang diperlihatkan oleh berbagai ratio tersebut harus dikembangkan dengan langkah-langkah yang ada dalam program lainnya. Ini berarti pelaksanaan suatu program audit tidaklah berdiri sendiri-sendiri, mengingat kesemuanya merupakan suatu rangkaian prosedur yang pada akhirnya dalam rangka mencapai tujuan yang sama.
3.      Lakukan konfirmasi Piutang Dagang
Konfirmasi piutang dagang adalah bentuk komunikasi tertulis yang dilakukan secara langsung antara pelanggan secara individual dengan auditor. Prosedur audit ini merupakan prosedur standar yang lazim dilakukan sesuai dengan standar pelaksanaan audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Prosedur konfirmasi mempunyai peranan penting dalam rangka memahami assersi eksistensi atau okurensi penyajian piutang dagang dalam laporan keuangan klien. Mengingat sumber bukti pencatatan transaksi berasal dari pihak luar perusahaan (pihak ketiga) yang tentunya bersikap independen maka kepercayaan terhadapnya mempunyai derajat kecermatan yang sangat tinggi. Teknik ini sangat penting dalam setiap pelaksanaan audit piutang dagang, sehingga disebutkan dalam standar pelaksanaan audit yang ketiga. Bahkan, sering disebutkan sebagai mandatory procedure dalam pengauditan piutang. Meskipun prosedur konfirmasi  merupakan standar yang lazim dilaksanakan oleh auditor, namun prosedur audit ini dapat tidak dilakukan dengan kondisi dan situasi yang bersifat spesifik. Pengecualian yang layak diterima (berdasar justifikasi profesional) adalah sebagai berikut:
a.       Jumlah saldo piutang dagang dalam neraca jumlahnya tidak meterial.
b.      Penggunaan prosedur audit ini justru menjadi tidak efektif. Sebagai contoh, apabila klien hanya menggunakan sebuah distributor tunggal dalam menyalurkan produknya ke pasar.
c.       Adanya ketentuan umum (seperti undang-undang kerahasiaan bank) yang tidak memungkinkan terlaksananya prosedur audit tersebut.
Dalam  menggunakan pengecualian tersebut hendaknya auditor menerapkannya dengan hati-hati (prudence), mengingat dia akan menghadapi risiko tidak dapat memperoleh informasi yang memadai. Ini berarti penerapan dalam praktik benar-benar membutuhkan keahlian dan pengalaman kerja sebagai auditor yang lama. Oleh karena itu, apabila akuntan memutuskan untuk tidak menggunakan prosedur konfirmasi, Dia harus menggunakan prosedur lain yang dipandang dengan mengantisipasi lemahnya prosedur audit yang direncanakannya tersebut. Hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh auditor dalam melakukan prosedur konfirmasi adalah sebagai berikut:
1.   Penentuan format konfirmasi. Ada dua bentuk teknik konfirmasi yaitu konfirmasi positif dan konfirmasi negatif. Konfirmasi positif dilakukan dengan cara meminta debitur menjawab permintaan konfirmasi dengan tidak mempertimbangkan apakah catatan saldo utangnya cocok atau tidak dengan jumlah yang diterakan dalam surat konfirmasi. Konfirmasi positif digunakan bila : (1) Jumlah debitur tidak begitu banyak, (2) mutasi transaksi antara klien dengan debitur sering terjadi.
Sedangkan konfirmasi negatif dilakukan dengan cara meminta debitur menjawab pertanyaan apabila catatan saldo utangnya tidak cocok dnegan jumlah yang diterakan dalam surat konfirmasi. Kadangkala dalam surat jawaban diminta untuk menjelaskan alasan terjadinya perbedaan antara catatan debitur dengan klien. Konfirmasi negatif digunakan bila: (1) Jumlah debitur relatif banyak dan jumlahnya relatif kecil-kecil ,dan (2) mutasi transaksi untuk masing-masing debitur relatif jarang. Di antara kedua bentuk konfirmasi tersebut mempunyai keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri, oleh karenanya penggunaannyapun sangat tergantung pada situasi yang ada. Pemilihan di antara kedua teknik konfirmasi ini tergantung pada pertimbangan profesional auditor dalam mengantisipasi risiko tidak menemukan kesalahan penyajian dalam laporan keuangan.

Agar tujuan konfirmasi dapat dicapai dengan baik, maka diperlukan perencanaan yang matang. Perencanaan konfirmasi piutang dagang meliputi langkah-langkah berikut:
a.       Dapatkan daftar piutang dagang beserta kebijaksanaan akuntansi terhadapnya.
b.      Tentukan apakah akan menggunakan konfirmasi negatif ataukah konfirmasi positif
c.       Siapkan surat konfirmasi (biasanya sudah terstandar)
d.      Mintakan persetujuan kepada direktur keuangan atau pejabat yang berwenang menandatangani surat konfirmasi.
e.       Kirimkan surat konfirmasi yang telah ditandatangani pejabat klien, yang dalam hal ini hendaknya surat konfirmasi dikirim oleh akuntan pemeriksa sendri, dan jawabannya langsung dialamatkan langsung pada kantor auditor.
f.       Lakukan evaluasi terhadap surat konfirmasi yang tidak kembali, tentukan sikap untuk langkah selanjutnya.

2.      Pemilihan waktu yang dianggap tepat untuk mengajukan permintaan konfirmasi. Umur waktu pengiriman surat konfirmasi dapat menjadi penentu kesuksesan prosedur audit ini. Waktu yang dianggap tepat untuk melakukan konfirmasi sangat tergantung pada antisipasi resiko deteksi. Apabila risiko deteksinya dinilai rendah, maka auditor lebih leluasa menentukan kapan surat konfirmasi akan dikirim kepada pihak ketiga. Sebaliknya apabila risiko deteksinya tinggi, penentuan waktu penyelenggaraan konfirmasi menjadi sangat strategis dalam memperoleh jawaban dari pihak ketiga tersebut. Sebagai contoh, penyelenggaraan konfirmasi di awal pekerjaan lapangan akan memunculkan kemungkinan prosedur ini dilaksanakan dengan tidak cermat. Mengingat auditor belum memahami masalah yang ada dalam assersi piutang tersebut. Kemunkinan seperti ini harus menjadi pertimbangan selama pekerjaan lapangan berlangsung.

3.      Pengawasan terhadap penyelenggara konfirmasi. Auditor harus mengawasi setiap langkah proses konfirmasi dengan tujuan memperoleh jaminan bahwa pihak ketiga yang dimintai konfirmasi benar-benar pihak yang mempunyai utang kepada klien. Guna menghindarkan kemungkinan terjadinya kolusi antara klien (pegawai klien) dengan debitur, maka pemilihan siapa debitur yang harus dimintai keterangan sepenuhnya menjadi wewenang auditor. Para pegawai klien benar-benar hanya membantu pelaksanaan pengiriman surat konfirmasi tersebut.
4.      Disposisi dan evaluasi hasil konfirmasi. Jawaban konfirmasi seringkali menyajikan informasi yang berbeda dengan informasi yang diperoleh dari pihak klien. Langkah yang harus dipertimbangkan oleh auditor adalah melakukan evaluasi terhadap jawaban konfirmasi dari pihak ketiga tersebut. Auditor harus mengambil keputusan mengenai perbedaan informasi tersebut, apakah mengusulkan membuat adjustment terhadap saldo Disposisi dan evaluasi hasil konfirmasi. Jawaban konfirmasi seringkali menyajikan informasi yang berbeda dengan informasi yang diperoleh dari pihak klien. Langkah yang harus dipertimbangkan oleh auditor adalah melakukan evaluasi terhadap jawaban konfirmasi dari pihak ketiga tersebut. Auditor harus mengambil keputusan mengenai perbedaan informasi tersebut, apakah mengusulkan membuat adjustment terhadap saldo yang piutang dagang, ataukah auditor harus mendiskusikan kepada manajemen mengenai berbedaan informasi yang sangat material. Apabila diantara auditor dan klien tidak ada kesepakatan auditor harus memberikan catatan tersendiri terhadap penyimpangan yang terjadi. Keputusan akhir mengenai hal ini, sepenuhnya menjadi wewenang auditor in chrages, dalam pemberian opini atas laporan keuangan klien tersebut. Langkah-langkah yang ditempuh dalam konfirmasi piutang dagang memberikan keyakinan terhadap assersi eksistensi atau okurensi, keterlengkapan, dan hak dan kewajiban yang terungkap dalam informasi piutang tersebut dalam neraca.

5.      Lakukan vouching catatan Piutang dengan dokumen pendukungnya
Semua dokumen pendukung transaksi penjualan kredit disimpan oleh bagian akuntansi. Auditor perlu mencocokkan apakah saldo piutang yang disajikan oleh klien benar-benar berdasarkan catatan yang dibuat oleh bagian akuntansi dan mencocokkan apakah informasi yang disajikan didukung oleh bukti transaksi yang memadai. Sisi debit dicocokkan pendukung invoice penjualan seperti dokumen pengiriman, perintah penjualan, dan pesanan dari pelanggan. Sisi kredit dicocokkan ke remittance advices dan otorisasi sales adjustment. Pada dasaranya prosedur ini merupakan pelengkap dari prosedur konfirmasi, apabila ternyata konfirmasi tidak ditanggapi oleh debitur klien. Program audit ini akan memberikan keyakinan terhadap assersi eksistensi dan okurensi piutang dagang.

6.                  Lakukan pengujian terhadap cut off transaksi penjualan
Pengertian cut off transaksi penjualan dirancang untuk memperoleh jaminan yang kuat bahwa: (1) semua penjualan dan piutang dagang yang disajikan dalam neraca merupakan transaksi yang benar-benar terjadi selama periode akuntansi yang diaudit, dan (2) bahwasannya jurnal untuk persediaan dan harga pokok penjualan dicatat untuk periode yang sama. Dalam memilahkan suatu transaksi apakah masuk dalam suatu periode akuntansi, akuntan harus memperhatikan klausula pengiriman barang dagangan kepada konsumen. Apakah menggunakan FOB destination ataukah FOB shiping point yang keduanya mempunyai dampak yang sangat berbeda terhadap pengakuan pendapatan maupun timbulnya hak atas piutang pada pihak ketiga. Auditor harus melakukan analisis transaksi mana yang masuk kategori dalam periode akuntansi yang diperiksanya, dan mana yang masuk periode akuntansi berikutnya. Prosedur pemeriksaan yang dilakukan antara lain:
a.          Lakukan pengujian dokumen pengiriman barang sebelum dan setelah tanggal neraca, untuk menetapkan kategori tanggal dan perjanjian pengiriman barang.
b.         Lakukan penelusuran dokumen pengiriman ke catatan penjualan dan persediaan untuk menentukan apakah jurnal pencatatan transaksi telah dilakukan dengan tepat.
c.          Lakukan inspeksi terhadap dokumen pengiriman barang yang terjadi sebelum dan setelah tanggal neraca, guna menentukan apakah pengiriman barang memang benar-benar dapat dipercayai (valid).
d.         Lakukan wawancara dengan para manager perusahaan.
Dengan melakukan prosedur audit diatas, auditor akan memperoleh keyakinan apakah assersi eksistensi dan okurensi saldo piutang dapat dipercaya. Langkah-langkah yang ditempuh tersebut harus didokumentasikan dalam kertas kerja pemeriksaan. Komentar dan kesimpulan yang diperoleh harus disajikan dalam tickmark dibawah pemaparan informasi daftar piutang dagang.

7.      Lakukan pengujian transaksi penerimaan kas setelah tanggal neraca
Pengujian terhadap transaksi penerimaan kas setelah tanggal neraca mempunyai peran yang sangat penting untuk mendeteksi assersi eksistensi atau okuresi, serta sejauh mana keterlengkapan assersi piutang dagang. Setoran yang dilakukan para pelanggan setelah tanggal neraca memberi petunjuk eksistensi piutang dagang secara individual. Demikian sebaliknya tagihan yang seharusnya jatuh tempo setelah tanggal neraca (masih dalam periode audit), namun tidak ada reaksi dari para pejabat perusahaan memberi indikasi adanya piutang dagang fiktif, dalam praktik , kemungkinan adanya kolusi antara pelanggan dengan perusahaan dengan mudah dapat dilakukan. Situasi semacam ini menjadikan prosedur konfirmasi tidak bermanfaat, mengingat permintaan konfirmasi justru akan menghasilkan informasi palsu dari para pelanggan tersebut. Sebagai alternatif prosedur konfirmasi, seringkali pengujian transaksi setelah tanggal neraca memberikan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan prosedur konfirmasi.

8.    Lakukan verifikasi kecermatan daftar umur piutang
Daftar umur piutang iasanya disajikan sebagai lampiran laporan keuangan, yang memuat rincian debitur yang terkait dengan terbentuknya piutang dagang . Auditor harus mengecek kembali kecermatan perhitungan daftar tersebut guna memperoleh keyakinan tehadap assersi saldo piutang dagang. Dalam kasus perusahaan menggunanakan pengolahan data dengan komputer, pengujian terhadap kecermatan penyajian daftar tersebut diuji dengan paket software audit.

9.    Bandingkan penyajian piutang dagang dalam neraca dengan GAAP
Auditor harus benar-benar memahami standar pelaporan piutang dagang laporan keuangan. Oleh karena itu, menjadi tugas auditor untuk membandingkan apakah statement yang disajikan laporan keungan telah cocok dengan standar akuntansi keuangan yang lazim diterapkan di Indonesia. Auditor perlu memperhatikan bagaimana cara-cara penyajian dan pengungkapannya, aik berupa klasifiaksi maupun ungkapan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi kesimpulan pembaca laporan keuangan klien, auditor harus waspada tergadap kemungkinan piutang dagang tersebut telah dijaminkan ataupun kemungkinan telah dijual melalui anjak pitang (factoring).
Semua pengujian yang dilakukan dalam program di atas harus didokumentasikan dalam kertas kerja pemeriksaan. Semua informasi dan kesimpulan yang diperoleh dalam menjalankan program tersebut dicatat dalam kertas kerja. Bentuk kertas kerja yang dibutuhkan dalam audit ini antara lain:
1.      Daftar piutang dan umur piutang,
2.      Konfirmasi piutang dagang,
3.      Analisi kolektibiltas piutang dagang.
















BAB 3
PENUTUP
3.1           KESIMPULAN
                  Dalam melaksanakan audit, auditor harus menaruh perhatian pada semua bidang pertanggung jawaban manajemen seperti diuraikan diatas, tetapi dengan tingkat tekanan yang berbeda-beda dengan masing-masing penugasan. Bidang mana yang akan memeperoleh perhatian yang lebih besartergantung pada pertimbangan terhadap bergabai factor yang terlibat pada waktu menentuka arah kegiatan audit dan resiko yang dihadapai organisasi.
                 Hasil dari tahap pengujian substantive adalah temuan. Temuan audit berpangkal dari perbandingan kondisi (apa yang sebenrnya terjadi) dengan criteria (apa yang seharusnya terjadi), mengungkap akibat yang ditimbulkan dari perbedaan kondisi dan criteria tersebut serta mencari penyebabnya. Pengembangan temuan setelah pengujian substantive dangat menetukan keberhasilan tugas audit. Untuk itu, auditor perlu memahami unsure-unsur temuan, sehingga pengembangan temuan menjaid lebih efektif.



























1 komentar:

  1. Tanks atas tulisannya.....

    Look at my blog in http://kutacane.blogspot.com

    BalasHapus