- See more at: http://langkah2membuatblog.blogspot.com/2012/12/cara-membuat-link-otomatis-di-blogger.html#sthash.mFovByih.dpuf

Kamis, 25 September 2014

Jangan Biarkan Hatiku Mengeluh 1




Betapa ku bersyukur kepadaMu Tuhan, karena kejadianku dahsyat dan ajaib. Engkau membukakan jalan untukku mendapat suatu pekerjaan, ketika aku belum mendapatkan pekerjaan. Sungguh apa yang tak pernah aku pikirkan, Engkau sudah menyediakan yang terbaik bagiku.


Tuhan, Engkau tahu betapa tidak adilnya bekerja di tempat ini. Tapi karena tempat ini Engkau yang memilihkannya untukku, aku percaya Tuhan ada maksud baik yang Engkau rencanakan untukku. Ajarku untuk bersabar, terus berharap hanya kepadaMu Tuhan.


Dari sikap atasanku, teman-temanku hatiku sakit
Tuhan melihat dan merasakan ini semua. Ooh Yesus, sembuhkan luka dihatiku, aku gak mau ada kepahitan dalam hatiku Tuhan.


Dimana aku diharuskan untuk ke bank hampir setiap hari Tuhan. Di tempat ku bekerja ada 4 finance, tapi mengapa hanya aku yang selalu disuruh ke bank? Awalnya aku terima Tuhan, tapi aku lelah. Aku lelah Tuhan, penyakit maag ku selalu kambuh. Aku berangkat ke bank jam 08.30 bisa sampai setengah hari aku ke bank. BCA, BII, Mandiri, Danamon, Permata, bayar listrik, dll.


Di perusahaan ku bekerja setiap kita para finance, memegang perusahaan yang berbeda. Ada yang memegang SPBU, sekolah, hotel. Dan setiap aku ke bank, semua rata-rata transaksi dari sekolah, SPBU, hotel bukan punyaku Tuhan. Aku melamar ditempat itu sebagai finance, bukan kurir Tuhan. Bahkan aku disuruh untuk bayar listrik pribadi rumah mereka.

Yang aku bingung, yang aku belum bisa terima. Kenapa harus aku Tuhan yang ke bank terus? Kenapa tidak gentian? Seandainya atasanku adil, aku mau ke bank, Tuhan. Tapi ini? Kadang mereka sudah makan siang, aku beru selesai dari bank. Taruhan nyawa aku , Tuhan ketika ke bank itu. Bawa uang sampai ratusan juta, setiap hari aku yang ke bank. Orang jahat pun akan dengan mudah mengenaliku.


Satu titik Tuhan, aku jenuh. Aku bosan, aku capek. Kenapa mereka tidak bisa mengerjakan segala sesuatu sendiri? Belum selesai sampai disini, setelah 6 bulan aku bekerja di tempat ini. Aku meminta gaji ku untuk naik sesuai dengan perjanjian, ketika aku selesai kontrak gaji ku akan naik. Tapi apa Tuhan? Gaji aku naik dengan syarat. Kerjaanku ditambah lagi, aku harus fotocopy document-document yang penting.

Pekerjaan ku seperti OB, Tuhan. Aku tidak dihargai di tempat ini. Mengapa atasanku begitu membenciku? Apa karena aku hitam? Apa karena aku tidak berkelas? Apa karena aku miskin?

Ketika atasanku selalu meributkan warna kulitku, keadaan keluargaku, barang-barangku. Aku banyak teman di luar perusahaan ini Tuhan, gereja, kampus, lingkungan rumah. Namun kami bermain dan menjadi 1, tanpa membedakan warna kulit.

Engkau tahu Tuhan, ketika aku dibilang kulitku hitam, aku seperti pribumi. Aku kecewa Tuhan. Karena aku tahu suatu kebenaran, Engkau yang menciptaku tidak pernah peduli dengan warna kulit atau asal usulku. Tapi manusia ini membuatku terluka Tuhan.

Disaat mereka mempunyai uang untuk membeli gadget baru, i phone 5, note 3. Aku? Aku Tuhan? Aku masih dengan BB Gemini ku yang tulang atas nya sudah bopak.. (hahahahha). Awalnya aku nyaman Tuhan, karena teman-temanku diluar sana tidak pernah mempersalahkan itu. Tapi rasa minder itu muncul ketika aku bekerja di tempat ini Tuhan. Mereka berasal dari keluarga berada, bawa mobil, jalan-jalan ke luar negeri, nongkrong di tempat makan mahal, gadget keren.

Sampai suatu ketika finance baru masuk. Dimulailah segala penderitaanku Tuhan. Hampir setiap hari aku meneteskan air mata. Air mata kesakitan yang aku rasakan di hatiku Tuhan. Yang terpikirkan aku hanya ingin resign, aku ingin resign, aku ingin resign Tuhan. Maafkan aku kalau aku tidak mensyukuri perusahaan yang Engkau pilihkan untukku.

Aku tidak dianggap ditempat ini Tuhan.

Aku ingin resign, tapi aku harus memikirkan orang tua ku. Mereka membutuhkan aku. Kalau aku berhenti, tanpa melamar di tempat lain. Aku akan kembali menganggur tanpa kepastian dari tempat baru. Aku tidak mau meresahkan hati ke dua orangtua ku, Tuhan.

Tapi ketika aku sudah menikah, aku meminta izin dari suamiku agar aku diizinkan resign. Biarpun aku menganggur 1-2bulan aku akan berusaha mencari lagi untuk bisa menopang keluarga dan keluarga baruku. Permintaanku dikabulkan. Tuhan… aku sungguh senang, aku bersukacita, hatiku damai sejahtera Tuhan ketika aku akan mengajukan surat resign itu. Sungguh aku senang sekali, Tuhan. Aku senang, aku senang. Aku tidak perlu lagi mengalami penindasan disana, penghinaan disana.

Tetap aku hanya manusia yang bisa merencanakan saja, namun Tuhanlah yang berkehendak. Aku diberi berkat yang luar biasa sungguh diluar dugaanku. Aku hamil.

Sungguh mengejutkanku. Karena aku dan suami berencana untuk menunda selama 1 tahun. Ya , kami tahu kami belum cukup mapan untuk mempunyai anak. Kami masih kekurangan, untuk itu kami berencana untuk menabung dulu, untuk membeli rumah dan mobil serta kebutuhan bayiku nanti. Aku merindukan sebuah rumah pribadi. Karena dari tahun 1999 sampai saat ini aku dan orangtuaku mengontrak rumah. Aku merindukan mobil, agar kalau aku hamil. Aku periksa kandungan aku tidak mengalami debu, panas, angina, asap kendaraan ketika naik motor. Semua aku lakukan agar bayiku selamat dan aman.


Namun Tuhan berkata lain, aku belum memiliki mobil dan rumah tapi aku dipercayakanNya seorang anak dalam kandunganku. Harapanku untuk resign pun musnah, aku tidak boleh egois hanya mengandalkan gaji suamiku. Aku mempunyai cita-cita dalam hidupku, aku percaya suamiku pun demikian. Tapi bagaimana bisa, aku membiarkan dia bekerja sendirian untuk mewujudkan cita-citaku. Bagaimana peranku sebagai seorang istri? Bagaimana pertanggung jawaban aku pada saat aku mengucapkan janji pernikahan dimana aku menerimanya dalam keadaan senang, sedih, kekurangan, kelimpahan, sakit, sehat, miskin, kaya? Tidak mungkin aku membiarkan dia bekerja sendirian untuk menafkahi aku dan bayiku.

Semua kesenangan, semua damai sejahtera yang dulu aku bayangkan ketika aku mengajukan surat resign , hilang. Aku begitu ketakutan , perlakuan apa lagi yang aku harus terima dari mereka?

Tolong aku, Tuhanku……